Senin, 27 Oktober 2008

sepenggal rasa

coba mencari selah dalam ruang salah
coba mengutip alasan untuk dapat secuil pembelaan
coba merangkai hati untuk dapatkan simpati
coba mengukir bisu berharap tak ada yang tahu
semua kucoba....
demi menutup rasa..
semua kucoba...

meski terkadang sakit
tetap harus beranjak
tak boleh menepi
karena berhenti itu gagal
dan gagal itu sakit...

By:nariez X.D

Sabtu, 18 Oktober 2008

tau ga se apa cita-citaku????

sejak kecil aku punya impian besar!!!
bukan jadi pegawai negri sipil yang tiap bulan selalu nerima gaji dari pemerintah , meski pas-pasan tpi biaya hidup pas lah!!!
bukan jadi aparat keamanan yang kerjanya ngamanin masyarakat dengan seragam yang amanlah!!!
bukan jadi bu RT doang yang saban hari berkutat ma dunia kerumah tanggaannya!!
tapi... aku mu jadi big boz somay!!!
juragan somay ter-elit di zaman nya!!!
cie... gimana elit kan????(bersambung)

Jumat, 17 Oktober 2008

Spektrum Khayalan


Pernah ku merasa gundah

Saat tepian waktu menepatkan barisan rapuh itu dihadapan

Segerombolan manusia tanpa warna

Mereka luluh diantara gontaian masa

Semakin pudar

Entah....

Karena rajutan lilin-lilin putih yang mulai redupkah

Atau hingar bingar sosok manusia lain yang

Terlalu angkuh untuk berhenti meski hanya

Sekedar menyapa

Hatiku sedikit lirih

Sesekali begumam

Hah...

Bahkan bayangankupun tak berani

Kuhadirkan dalam alur khayalan pengandaianku

Mungkin aku terlalu naif

Atau kondisi mereka yang terlalu...

Ingin rasanya menutup mata rapat-rapat

Berlalu tanpa harus melihat

Aku hanya pilu

Tak mampu berbuat banyak

Beraniku Cuma sebiji sawi

Bukan segumpal matahari yang mampu

Bersinar bahkan mebakar terik planet ini

Tiba-tiba lamunanku bertumpu di satu lini

Menerobos terowongan gelap dengan

percepatan sepersekian detik...

hup... dan aku tersentak

My GOD

Dibelakangku ?? depan?? Samping??

Mereka menyerangku

Tak membiarkan ku bernafas

Makin sesak

Mereka semakin banyak

Seratus, seratus satu, dua...

Aku tak dapat mengitung

Terlalu banyak

Mereka menjamah pakaianku

Menarik lenganku

Hingga... hah .. tanganku putus

Lalu memakannya

Sekejap darah segar mengalir

Tak berhenti disitu

Sekelompok yang lain menggamit kedua kakiku

Menariknya hingga putus

Yang tersisa hanya kepalaku

mereka membiarkannya pergi

Berharap sampaikan epik ini pada dunia

Pada konglomerat yang berhati melarat

Kepada aparat yang bertindak seenak jidat

Pada petugas yang tak pernah tegas

Dan

Kepalaku

Kembali sejurus bersama khayalan

Aku terperaanjat..

Terdiam tanpa jeda

Berfikir tanpa usai

Terduduk sambil mendapati pengemis tua yang berjalan menujuku

By: Nariez xhu dyne

Kamis, 16 Oktober 2008

Mari duduk dan beriman sejenak!!!

Belum terlambat untuk bertaubat………


Suatu hari seorang aktifis dakwah kampus yang memiliki kredibilitas amanah berpengaruh di LDKnya pernah terpeleset dalam zona kemaksiatan, ia merasakan sebuah kefuturan yang amat sangat…Amanah banyak … akademik Gaswat… akhirnya IPK g terawatt…. Saat itu yang telintas adalah lari dan terus berlari ..mencoba menghindar dan menghindar… ditambah lagi kekecewaan berat yang ia tanggung karena para sahabat yang mulai menjauh…lengkap sudah asa ini…
Diwaktu yang sama Syaitan mencoba masuk lewat lagu-lagu non syar’i, tayangan –tayangan televisi yang berpotensi ngilangin hapalan mingguan, dan godaan lawan jenis yang tanpa sadar telah membawanya kedunia warna merah jambu...
Awalnya Cuma tausiah, tapi rutin.... yang akhirnya berujung TTMan..., hingga komitment-komitmen kecil teruntai....
Dan ,disuatu malam yang dingin, ketika ia tengah tertidur pulas setelah hampir 3 minggu melewatkan malam-malam indah berkhalwat dengan sang Pencipta, ia dibangunkan oleh sebuah SMS, dari seorang sahabat yang telah lama terlupakan ... sms yang mengungkapkan betapa dakwah ini masih membutuhkannya, bahwa jalan ini sepi tanpanya, bahwa amanah ini terasa berat bila tiada hadirnya,dan betapa sang sahabat begitu mencintainya karena Alloh....
Seketika itu nafasnya sesak...tubuhnya lemah... dan hatinya teriris ... sungguh, untuk pertama kalinya sang aktivis menangis...
Dihadapanya tertayang segala maksiat terlintas jelas sekali....
Namun, sekejap ia tertegun,,, sudah terlalu banyak dosa diperbuat... apakah sempat rasakan taubat???
Tanpa ragu diambilnya air wudhu... segera hadapkan diri kehadirat ilahi... sesalkan segala tingkah selama ini....
Esok paginya sang aktivis ditemukan terbujur kaku dalam sujudnya yang terakhirnya....para malaikat telah menjemputnya pulang, kembali kesisi Sang Pemberi kehidupan.
Dari Cerita diatas... seharusnya menjadikan sebuah pelajaran bermakna untuk kita, bahwa belum terlambat untuk bertaubat... atas semua kesalahan yang telah kita perbuat... pernahkah terfikir oleh kita??? Ketika malaikat datang menjemput kita tengah mendulang maksiat?? Ketika tengah menzolimi saudara,durhaka pada ibu, berduaan diatas motor dengan yang bukan muhrim, sms g jelas....!!!Astagfirullah...
Tahukah engkau saudaraku, Allah msih sangat mencintaimu, sungguh ini bukan kebohongan...
Saudaraku, tahukah kita??? Sesungguhnya orang-orang yang mencintai kita adalah mereka yang ketika kaufikir pergi menjauhimu karena dosa yang kita perbuat, ternyata tengah menangis di sudut tempat memohon agar Alloh mengampuni kita dan mengembalikan kita kepadanya. Sungguh.... itulah teman sejati yang hadir dan ada disekitarmu...dan sungguh mreka tak sekali-kali meninggalkan kita...maka kembalilah........belum terlambat untuk bertaubat....
Teruntuk saudaraku
yang kuyakin kan kembali
berjuang dijalan ini bersama lagi



















Saudaraku, kami menunggumu

Saudaraku,,
Kau fikir kami meninggalkanmu??
Ketika ku lihat kau mulai menjauhi jalan ini

Saudaraku,
Kau fikir kami membencimu?
Ketika kutahu kau mulai berpaling

Saudaraku,
Kau fikir kami tak tahu
Kehilafan apa yang tengah kau perbuat?

Saudaraku,
Kau fikir kami menjauhimu?
Atas apa yang telah kau perbuat pada amanah ini?

Kau salah saudaraku...
Meski khilah melandamu, meski rentetan masalah itu mengikuti langkahnmu
Meski jejakmu menjauhi kami...
Tapi kami tak meninggalkanmu, tak membencimu, tak menyalahkanmu

Pulanglah saudaraku,
Kembalilah kemari
Kami menunggumu pulang
Menunggumu menggandeng tangan ini
Dan berkata ”aku tlah kembali”

Lupakah kau ketika kita bersama-sama mencicipi manisnya iman
Berlomba dalam kebaikan
Bercanda dalam kejujuran
Indahkan ... jika kau ingat kembali...

Cepat saudaraku
Tinggakan saja dunia itu,
Dunia yang tlah membuatmu melupakan kami
Yang begitu mencintaimu

Lalu kita mulai perjalanan ini...
Yach kita mulai lagi...
Maukah...?

Tunggu....
Kenapa diam saudaraku???
Tak yakinkah kau??
Sungguh kami pun bukan insan yang terbebas dari dosa
Mungkin karena ujian ini kebetulan menimpamu bukan kami...
Masih ada waktu saudaraku...
Meski tak banyak..
Kembalilah…..
Belum terlambat untuk menghadap
Coz We Love U Coz Alloh..
N’ its really
Kami yang menantimu

Spektrum Khayalan

Pernah ku merasa gundah
Saat tepian waktu menepatkan barisan rapuh itu dihadapan
Segerombolan manusia tanpa warna
Mereka luluh diantara gontaian masa
Semakin pudar

Entah....
Karena rajutan lilin-lilin putih yang mulai redupkah
Atau hingar bingar sosok manusia lain yang
Terlalu angkuh untuk berhenti meski hanya
Sekedar menyapa

Hatiku sedikit lirih
Sesekali begumam
Hah...
Bahkan bayangankupun tak berani
Kuhadirkan dalam alur khayalan pengandaianku
Mungkin aku terlalu naif
Atau kondisi mereka yang terlalu...

Ingin rasanya menutup mata rapat-rapat
Berlalu tanpa harus melihat

Aku hanya pilu
Tak mampu berbuat banyak
Beraniku Cuma sebiji sawi
Bukan segumpal matahari yang mampu
Bersinar bahkan mebakar terik planet ini

Tiba-tiba lamunanku bertumpu di satu lini
Menerobos terowongan gelap dengan
percepatan sepersekian detik...
hup... dan aku tersentak



My GOD
Dibelakangku ?? depan?? Samping??
Mereka menyerangku
Tak membiarkan ku bernafas
Makin sesak
Mereka semakin banyak
Seratus, seratus satu, dua...
Aku tak dapat mengitung
Terlalu banyak

Mereka menjamah pakaianku
Menarik lenganku
Hingga... hah .. tanganku putus
Lalu memakannya
Sekejap darah segar mengalir
Tak berhenti disitu
Sekelompok yang lain menggamit kedua kakiku
Menariknya hingga putus

Yang tersisa hanya kepalaku
mereka membiarkannya pergi
Berharap sampaikan epik ini pada dunia
Pada konglomerat yang berhati melarat
Kepada aparat yang bertindak seenak jidat
Pada petugas yang tak pernah tegas

Dan
Kepalaku
Kembali sejurus bersama khayalan
Aku terperaanjat..
Terdiam tanpa jeda
Berfikir tanpa usai
Terduduk sambil mendapati pengemis tua yang berjalan menujuku


By: Nariez xhu dyne

Persaudaraan Cirebon-Banten-Lampung sudah berlangsung 450 Tahun


MAJELIS Penyimbang Adat Lampung (MPAL) yang langsung dipimpin Gubernur Lampung Drs. Sjahroedin Z.P., S.H., berkunjung ke Keraton Kanoman dan Kesultanan Kasepuhan Cirebon, Kesultanan Banten dan Desa Cikoneng Banten, 8-10 Februari 2007 lalu, berlangsung sukses. Kunjungan tersebut juga disertakan 10 seniman dari Dewan Kesenian Lampung, tim ahli Gubernur, dan birokrat.

Gubernur Lampung saat diterima Pangeran Mohammad Emiruddin dari Keraton Kanoman mengatakan, Cirebon adalah saudara tertua bagi Lampung. Oleh karena itu, ikatan persaudaraan ini harus lebih ditingkatkan lagi pada masa-masa sekarang hingga mendatang. “Artinya, jika Cirebon ‘diserang’ maka Cirebon berada di depan dan Lampung di belakang. Begitu sebaliknya, jika Lampung diserang, Cirebon di belakang dan Lampung berada di depan,” ujar Sjahroedin dalam sambutannya.

Ia punya alasan mengapa Cirebon dan Lampung memiliki pertalian saudara. Dijelaskan, ketika Sultan Syarif Hidayatullah melakukan penyebaran Islam di Banten lalu sempat singgah di Lampung dan menikahi muli (perempuan) Lampung bernama Ratu Sinar Alam. Setelah itu, sultan kembali ke Banten dan membawa masyarakar Lampung dari 40 pekon (desa) untuk membantu penyebaran agama dan melawan penjajah. Warga Lampung yang selamat mencapai Banten kemudian berjuang habis-habisan membantu sultan. Karena kegigihan orang Lampung, yang masih hidup kemudian dihadiahi sepertiga Banten.

Sebagaimana dijelaskan M. Furqon, orang Lampung beberapa generasi dari Cikoneng Banten, surat wasiat sultan kini berada di Belanda. “Saat kini, orang Banten asal Lampung hanya menempati 4 desa di kawasan Anyer Banten, yaitu Cikoneng, Tegal, Bojong, dan Duhur,” jelas Gubernur Lampung Sjahroedin ZP. Oleh karena itu, merujuk Sultan Syarif Hidayatullah, Gubernur Lampung menyimpulkan antara Lampung dan Cirebon sesungguhnya bersaudara. Itu sebabnya, melalui kunjungan tersebut, ibarat pepatah: ingin mempersatukan kembali balung pisah (tulang yang berserakan, persaudaraan yang terpisah jarak), hendak mengikat tali yang sempat putus.

“Hubungan kekerabatan ini, sebaiknya tak hanya adat atau budaya yang kembali diikat. Melainkan dalam hal lain, misalnya pembangunan, kalau mungkin dapat bekerja sama,” kata Sjachroedin.

Dalam kesempatan di Kesultanan Kanoman dan Kasepuhan, Gubernur Lampung memberikan bantuan dan bawa-tangan lainnya. Misalnya, di Kesultanan Kasepuhan—pusat penyebaran agama pertama di Cirebon—Gubernur Lampung menyerahkan bantuan 3 ekor kerbau. Dalam kesempatan itu juga, Sjahroedin berulang menyebutkan bahwa kunjungan “budaya” itu dimaksudkan untuk membuka wawasan orang Lampung, terutama para penyimbang adat. Sehingga, setelah kembali ke Lampung tidak lagi ibarat katak di dalam tempurung, pikiran picik, dan berjuang untuk kembali menyusuri berbagai peninggalan leluhur yang mungkin masih terpondam. Ia menyebut, jika memang di Lampung pernah ada Kerajaan Tulangbawang atau Skalaberak, maka mesti dicari bukti-bukti tentang itu semua. “Sebab beruntung Cirebon dan Banten yang masih memiliki bukti-bukti,” katanya.

Gubernur juga berharap ke depan, tidak ada lagi ritual pemberian gelar bagi seseorang dengan sangat mudah seperti selama ini terjadi. “Harus ada kriteria mengapa seseorang diberi gelar adat, bukan karena ia memiliki banyak uang.”

Majelis Penyimbang Adat yang seharusnya menyeleksi dan menentukan kriteria tentang pemberian gelar. Selain itu, penyimbang adat juga bekerja untuk menjaga nilai-nilai adat, tradisi, dan peninggalan sejarah yang masih ada di daerah Lampung. Dengan demikian, sejarah masa Lampung dapat ditelusuri. Syahroedin yakin bahwa Lampung masih memiliki sejarah budaya yang tak kalah dengan daerah-daerah lain di Tanah Air. Hanya saja, jika di daerah lain sejarah itu masih meninggalkan bukti seperti keraton, makam, ataupun berupa aksara.

Ia mencontohkan Kerajaan Tulangbawang di Menggala, sampai kini masih diragukan kebenarannya karena tidak adanya bukti. Begitu pula di Skalabrak, situs di Pugungraharjo, dan sebagainya.

450 Tahun Cikoneng
Kunjungan terakhir MPAL dan DKL berakhir di pekon (desa) Bojong, Cokoneng, Kec. Anyer Banten. Di tempat ini, rombongan Gubernur Lampung membagikan bingkisan sembako untuk 250 keluarga. Selain itu membantu uang tunai Rp10 juta untuk pembangunan mesjid di Bojong dan Rp15 juta bagi pembangunan masjid di Tegal. Gubernur juga berjanji akan membantu perahu motor bagi warga Banten asal Lampung, setelah dibicarakan lebih dulu.

Mayoritas warga asal Lampung di empat pekon di Banten bermata pencarian sebagai nelayan. Kehidupan mereka juga banyak yang kurang beruntung. Berbeda dengan orang lampung berasal dari Banten di Provinsi Lampung; banyak yang bernasib baik di eksekutif, legislatif, dan swasta.

“Karena itu, saya berharap orang Banten asal lampung di sini juga mendapat hak yang sama dengan warga banten lainnya. Namun demikian, kesamaan hak itu harus diimbangi dengan tingkat pendidikan dan profesional yang baik pula,” katanya.

Untuk ke depan, orang Lampung di empat desa Cikoneng diberi kesempatan belajar, bahkan kalau mungkin menyelesaikan kuliah di perguruan tinggi di Lampung. Gubernur Lampung juga siap membantu pengadaan perahu motor bagi nelayan Banten asal Lampung tersebut.

Menurut M. Furqon, keturunan Lampung di Desa Bojong, Cikoneng, Banten yang juga pengurus DPP Lampung Sai, warga Cikoneng asal Lampung (ada empat desa: Cikoneng, Bojong, Tegal, dan Duhur) sudah hidup turun-temurun selama kurang lebih 450 tahun. Kedatangan orang Lampung ke Banten karena diajak Sultan Syarif Hidayatullah setelah mempersunting Ratu Sinar Alam, gadis Lampung. Dipekirakan 40 pekon membedol lalu menyeberangi Selat Sunda dan menepi di Anyer.

Dari sinilah para pemuda Lampung yang amat gigih bahu-membahu memperkuat Sultan Syarif Hidayatullah melawan penjajah, mempertahankan tanah Banten, dan membantu sultan dalam penyebaran Islam di Banten. Sejak itu orang Lampung menetap di empat desa di tepian pantai Anyer, setelah surat pembagian wilayah yang diberikan Sultan Syarif Hidayatullah dibawa ke Belanda. “Padahal dalam surat wasiat itu, orang Lampung yang membantu sultan diberi wilayah sepertiga dari tanah Banten. Kini kami hanya menempati empat desa,” tutur Furqon.

Akulturasi
Orang Lampung di Cikoneng memang telah terjadi akulturasi. Hal ini dimaklumi karena sudah 450 tahun turun-temuruh mereka menempati empat desa di Anyer, Banten. Mungkin kalau tak ada kepedulian Sjahroedin ZP—jauh sebelum ia menjabat Gubernur Lampung—sebagai Ketua DPP Lampung Sai berkunjung ke Cikoneng untuk menyalurkan bantuan sembako, uang, pakaian adat, dan penjelasan perkawinan adat. Meskipun pakaian adat sudah kerap dipakai pada saat-saat tertentu—misalnya menyambut kunjungan rombongan Gubernur, MPAL, dan DKL, para gadis (muli) berpakaian adat, namun bahasa sehari-hari mereka adalah percampuran bahasa Lampung dan Banten. Misalnya, ketika meminta tamu asal Lampung agar menempati kursi yang telah disediakan karena acara segera dimulai, salah seorang panitia berujar: “puari kabeh, mejong diji.” Puari adalah basa Lampung yang berarti saudara, sedangkan kabeh berasal dari Banten yang maksudnya semua atau sekalian.

Akulturasi itu, menurut Furqon, terjadi pula pada pergaulan sehari-hari. Selain itu, perkawinan campur yang juga berlangsung cukup lama, di samping hadirnya suku-suku lain ke desa tersebut. Akulturasi ini akhirnya memperkaya citarasa budaya masyarakat asal Lampung di Cikoneng.

Namun demikian, masyarakat asal Lampung di sana mulai menyadari “tanah asal” dan merindukan kembali kepada akar tradisi dan budaya Lampung. Itu sebabnya, kunjungan MPAL, DKL, dan Gubernur Lampung disambut antusias dan keterharuan seluruh warga asal Lampung di Cikoneng. “Kami memang warga Banten, tapi kami orang (ulun) Lampung. Bahasa dan adat istiadat kami memang bercampur (Lampung dan Banten, red.), tetapi akar kami adalah Lampung.” Maka benar adanya pepatah: “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Masyarakat Cikoneng sudah membuktikan itu… (isbedystiawanzs)